Legenda Pasar Terapung Bandarmasih (1/3)

Legenda Pasar Terapung Bandarmasih (1/3)Internet
Pasar Terampung
A A A

[Catatan ringan perjalanan T. Taufiqulhadi penulis buku Satu Kota Tiga Tuhan]

 Acehtoday.com  -  Ada pangeran belia terbuang yang mengayuh terapung-terapung di atas sampan kecil saban hari di Sungai sekitar Kuin, aliran Sungai Barito. Pangeran berusia 14 tahun ini terbuang karena ulah pamannya, Pangeran Tumenggung, yang merebut tahta Kerajaan Negara Daha. Tumenggung merebut tahta Daha setelah ayah pangeran belia tersebut mangkat.  

Patih Masih, yang artinya patih Melayu, yang tidak puas kepada pengeran Tumenggung, memprakarsa pengangkatan kembali Pangeran Samidri atau Pangeran Samudra ini menjadi raja, bukan di Daha, tapi di Bandar Masih, yang kemudian dikenal kerajaan Banjar. Setelah pengangkatan itu, Kerajaan Banjar pun berkembang pesat dan mengatasi  Daha, kerajaan yang kini kira-kira  terletak di kampung Nagara, Kabupaten Hulu, Sungai Selatan.

Pengeran Tumenggung yang tidak tahu bahwa raja baru di kerajaan baru itu adalah keponakannya, menjadi panas hatinya. Maka ia memerintahkan untuk melancarkan perang terhadap  kerajaan  Melayu tersebut. Perang pun meletus dengan hebat. Pertempuarannya berlangsung kebanyakan di atas sungai dan sepanjang Sungai Martapura.

Lama-kelamaan Kerajaan Banjar mulai terdesak. Menyadari situasi ini, raja  Banjar, Pangeran Samudra  meminta bantuan kepada Kerajaan Mataram Islam  di Jawa. Singkat kata, setelah disetujui sejumlah kesepakatan, di antaranya Pangeran Samudra bersedia masuk Islam,  Mataram pun  mengirim bantuannya untuk membantu Kerajaan Banjar. Konon,   Karena bantuan Mataram, pertempuran menjadi berubah:  Daha terdesak.

Karena terdesak, Pengeran Tumenggung mencari jalan  untuk menghindari Daha dari  kekalahan total. Maka dipilihlah  Patih Masih menjadi penengah. Sang patih yang tahu  kesaktian Samudra, yang kini bergelar  Sultan Suriansyah, menawarkan perang tanding di atas sampan. Rupanya, kedua pihak setuju. Pada hari telah ditentukan, kedua penguasa itu pun saling menyeberangi sungai.

Perahu Sultan Suriansyah dikayuh sendiri oleh Patih Masih, sementara perahu Pangeran Tumenggung dikayuh oleh kepercayaanya, Arya Trenggara. Setelah dekat, sang paman menyadiri bahwa musuh yang akan dihadapi ini keponakannya sendiri. Ia  juga baru mengerti penderitaan sang sultan sebelum jadi raja.

Pangeran Temenggung yang menyadari kesalahannya menjadi sangat terharu, dan meminta maaf. Perang tanding pun tidak jadi berlangsung. Keduanya berdamai, dan diikuti dengan penggabungan kedua kerajaan tersebut di bawah kendali Sultan Suriansyah di  Bandarmasih. Bandarmasih yayng bersatu dan makin luas, terus berkembang dengan kokoh. Hanya lama-kelamaan, karena lidah orang Banjar, nama "Bandarmasih" berubah menjadi "Banjarmasin".

Konon di atas sungai yang sejatinya menjadi arena pertarungan dua raja tersebut, sebagai ganti menjadi pasar di atas sungai, yaitu Pasar Terapung Kuin. Jadi inilah legenda Banjar tentang asal-muasal lahirnya pasar terapung. Setelah Pasar Terapung Kuin, bermunculan pula pasar-pasar terapung lain, seperti Pasar Terapung Lok Baintan, dan lainnya.

Apakah benar atau tidak seperti legenda di atas, itu persoalan lain. Legenda adalah bagian melekat dari wisdom masyarakat setempat. Hanya, tokoh-tokoh dan tempat-tempat yang terdapat dalam legenda ini adalah nyata. Misalnya, misalnya dalam sejarah tercatat, pendiri Kerajaan Bandarmasih adalah Sultan Suriansyah. Sementara tokoh kedua,  Pengeran Tumennggung  juga hadir, yang tercatat diberi  wilayah di Batang Alai.

Komentar

Loading...