Meski Menguat Tipis, Rupiah Terbaik Ketiga di Asia

Meski Menguat Tipis, Rupiah Terbaik Ketiga di Asia
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
A A A

Jakarta, acehtoday.com - Nilai tukar rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS) mampu menguat pada perdagangan Selasa (12/11/19) meski tipis.



Rupiah membuka perdagangan hari ini dengan menguat tipis 0,04% ke Rp 14.052/US$, kemudian berbalik melemah 0,01%. Memasuki tengah hari Mata Uang Garuda kembali menguat, bahkan terakselerasi hingga 0,13% ke Rp 14.040/US$, sebelum mengakhiri perdagangan di level Rp 14.050/US$, atau menguat tipis 0,06%.

Penguatan rupiah pada hari ini, meski tipis tapi patut diapresiasi mengingat mayoritas mata uang utama Asia melemah.

Hingga pukul 16:17 WIB, won Korea Selatan menjadi mata uang terbaik setelah menguat 0,21%. Baht Thailand berada di posisi runner up dengan menguat 0,07%, sementara rupiah bersama yuan China berada di tempat ketiga setelah sama-sama menguat 0,06%.



Yen Jepang menjadi mata uang terburuk pada hari ini setelah melemah 0,15%, sementara mata uang lainnya cenderung melemah tipis-tipis.

Tunggu Pidato Trump, Investor Wait and See

 

Pergerakan rupiah dan mayoritas mata uang utama Asia mencerminkan kehati-hatian pelaku pasar di perdagangan hari ini, apalagi nanti malam Presiden AS, Donald Trump, akan berbicara dalam forum Economic Club di New York. 

Pernyataan terbaru dari Trump mengenai perkembangan negosiasi kesepakatan dagang tentunya akan dinanti para pelaku pasar. 



Terakhir kali berbicara pada akhir pekan lalu, Trump mengatakan perundingan kesepakatan dagang dengan China berjalan dengan baik, tetapi hanya akan menandatangani kesepakatan dengan China jika hal tersebut menjadi yang terbaik bagi Negeri Paman Sam.

Trump juga menyatakan ada pemberitaan yang kurang tepat soal bea masuk. Sebelumnya, sempat beredar kabar bahwa AS-China sepakat untuk menghapus bea masuk yang berlaku selama masa perang dagang lebih dari setahun terakhir, sebagaimana dilansir CNBC International. 

AS sudah mengenakan bea masuk terhadap importasi produk China senilai US$ 550 miliar. Sedangkan China membebankan bea masuk kepada impor produk made in the USA senilai US$ 185 miliar.

Seperti diketahui sebelumnya, China pada pekan lalu mengklaim jika sudah mencapai kesepakatan dengan AS untuk membatalkan sebagia bea masuk. 

Mengutip CNBC International pada Kamis (7/11/19), Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng mengatakan baik AS maupun China setuju untuk membatalkan rencana pengenaan berbagai bea masuk. Perundingan yang konstruktif dalam dua pekan terakhir membuat kedua negara sudah dekat dengan kesepakatan damai dagang fase I.

Namun, Peter Navarro, Penasihat Perdagangan Gedung Putih, menegaskan bahwa belum ada kesepakatan soal penghapusan bea masuk. Dia menilai China melakukan klaim sepihak.


"Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai pencabutan bea masuk sebagai syarat ditandatanganinya perjanjian damai dagang fase I. Mereka (China) mencoba bernegosiasi di ruang publik," tegas Navarro dalam wawancara bersama Fox Business Network, seperti dikutip dari Reuters.


Selain itu, ada kabar bagus dari daratan Eropa yang membuat sentimen pelaku pasar membaik. Melansir CNBC International, Presiden Trump pekan ini diperkirakan akan mengumumkan penundaan kenaikan bea masuk produk otomotif dari Uni Eropa hingga enam bulan ke depan. []

Sumber:CNBC

Komentar

Loading...