Tak Gubris Penolakan Masyarakat, Pemko Subulussalam tetap perpanjang HGU Lahan Laot Bangko

Kelompok Tani Salam Hamta mengaku sekitar 250 Hektar lahan nya digarap PT Laot Bangko. Kelompok Tani Usaha Bersama mengaku lahannya seluas 600 Hektar juga jadi korban penyerobotan PT Laot Bangko namun semua diabaikan tim pokja.
Subulussalam, acehtoday.com - Rapat sengketa lahan yang berlangsung mulai pagi hingga pukul 6 sore di ruang aula kantor Walikota Subulussalam berjalan alot, perwakilan masyarakat yang merasa lahannya digarap pihak PT Laot Bangko menolak keputusan forum yang merekomendasikan perpanjangan izin HGU PT Laot Bangko, Senin, 21 Januari 2020.
Dalam catatan salinan rekomendasi yang dikeluarkan tim Pokja Pemerintah Kota Subulussalam yang diketuai H M Yakub tersebut mengeluarkan rekomendasi perpanjangan izin HGU Laot Bangko. PT Laot Bangko dalam keputusan Pemerintah diminta tetap melaksanakan operasionalnya dan proses perpanjangan HGU dilanjutkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tim pokja beralasan, Berdasrkan PP nomor 11 tahun 2010 sebagian lahan Laot Bangko yang diperpanjang termasuk lahan yang telah diterlantarkan. Tim pokja juga menolak tuntutan masyarakat terkait keberadaan tanah ulayat di Kampong Namo Buaya Kecamatan Sultan Daulat, Kampong Kuta Cepu dan Tangga Besi Kecamatan Simpang Kiri.
Tim pokja mengatakan hal itu sesuai dengan Permen ATR/BPN nomor 5 tahun 1999 pada Bab II pasal 2 ayat 2, bahwa, lahan HGU yang saat ini diperpanjang tidak masuk dalam kategori tanah ulayat.
PT Laot Bangko juga menurut tim pokja telah memenuhi Qanun Aceh nomor 3 tahun 2014, Untuk sungai kecil dibebaskan 15 meter pinggir sungai kiri dan kanan.
Bahkan pihak perusaan dianggap telah memenuhi kewajibannya terkait soal plasma serta telah membuat tapal batas.
Selanjutnya tim pokja juga menyetujui penolakan PT Laot Bangko terhadap permohonan masyarakat agar plasma dibangun di Kecamatan masing masing, namun tim pokja beralasan karena tidak adanya ketersediaan lahan untuk lokasi plasma dan sekaligus memudahkan pengelolaan.
Dua kelompok Tani yang juga melakukan tuntutan, yaitu Kelompok Tani Salam Hamta mengaku sekitar 250 Hektar lahan nya digarap PT Laot Bangko. Kelompok Tani Usaha Bersama mengaku lahannya seluas 600 Hektar juga jadi korban penyerobotan PT Laot Bangko namun semua diabaikan tim pokja.
Dengan alasan lahan yang diklaim Kelompok Tani Usaha Bersama setelah dioverlay ke peta kebun ternyata hanya 450 Hektar dan telah di ganti rugi sesuai aturan yang berlaku.
Sedangkan seluruh lahan yang di klaim Kelompok Tani Salam Hamta seluas 250 Hektar telah di kompensasi atau ganti rugi sesuai aturan yang berlaku, dan akhirnya tuntutan dari kedua Kelomlok Tani tersebut tidak dapat ditindak lanjuti.
Masyarakat Menolak Kuasa hukum Masyarakat Kampong Kuta Cepu pada rapat sengketa lahan dan perpanjangan izin HGU PT Laot Bangko Yakarim Munir meminta Inventarisasi permasalahan yang ada di kawasan rencana perpanjangan izin HGU PT Laot Bangko baik secara yuridis maupun secara faktual di lapangan. Dijelaskan Karim, sejak 31 Desember 2019 izin HGU PT Laot Bangko seluas 6.818 Hektar sudah berakhir. Kendati dihidupkan kembali, itu namanya bukan perpanjangan HGU, tetapi pengurusan izin HGU baru.
Seharusnya pemerintah melalui tim pokja yang dibentuk Walikota Subulussalam H Affan Alfian wajib menghentikan semua kegiatan PT Laot Bangko, baik itu Land Clearing (LC), maupun penanaman. Pasalnya kata dia, semua kegiatan yang dilakukan PT Laot Bangko di atas tersebut "haram" dan cacat hukum, mengingat izin HGU lamanya telah mati dan izin baru masih dalam proses.
"Kita bukan anti investor bahkan kita butuh investor. tetapi bukan investor yang nakal yang terkesan memaksakan kehendak, dengan mengabaikan segudang masalah serta mengangkangi banyak aturan sebagai dasar lahirnya sebuah izin HGU," pungkas Karim.[]
Komentar